Sunday, August 7, 2016

Asbab An-nuzul

Kata Pengantar


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”ASBAB AN-NUZUL”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Dosen Pebimbing dan teman – teman yang telah memberikan dukungan. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wasalamualaikum Wr. Wb











DAFTAR  ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................................... 1

Daftar isi ................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 3

A. Latar belakang ..................................................................................................................... 3

B. Rumusan masalah ................................................................................................................ 3

C. Tujuan masalah .................................................................................................................... 3

D. Berbagai Hikmah turunya al’quran ..................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN MATERI ....................................................................................... 5

A. Pengertian asbab an-nuzul ................................................................................................... 5

B. Referensi asbab an-nuzul ..................................................................................................... 6

C. Ungkapan-ungkapan asbab an-nuzul ................................................................................... 7

D. Urgensi dan kegunaan asbab an-nuzul ................................................................................ 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 9

A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 9

B. Kritik dan Saran ................................................................................................................... 9

Daftar Pustaka ........................................................................................................................  10











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang 
Al-Qur’an bukanlah merupakan sebuah buku dalam pengertian umum, karena ia tidak pernah diformulasikan, tetapi diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW sesuai dengan situasi yang menuntutnya. Al-Qur’an sendiri sangat menyadari kenyataan ini sebagai sesuatu yang akan menimbulkan keusilan di kalangan pembantahnya (Q.S. Al-Furqan [25]: 32). Seperti yang diyakini sampai sekarang, pewahyuan Al-Qur’an secara total dan secara sekaligus itu tidak mungkin karena Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Sebagian dari tugas untuk memahami pesan dari Al-Qur’an ini sebagai suatu kesatuan adalah mempelajarinya dalam konteks latar belakangnya. Latar belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuanagn nabi selama dua puluh tiga tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an. Jadi apabila tidak memahami masalah ini, kita tidak akan dapat memahami pesan Al-Qur’an sebagai suatu keutuhan. Dan orang awam akan memahami ini sebagai suatu misunderstanding (kesalahpahaman) dalam menangkap pesan-pesan yang terkandung didalamnya, jika hanya memahaminya dari segi bahasanya saja, tanpa memahami dari segi konteks historisnya. Untuk dipahami secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam konteks perjuanagn Nabi dan latar belakang Perjuangannya. Oleh sebab itu, hampir semua literatur yang berkenaan dengan Al-Qur’an harus menekankan pentingnya Asbab An-Nuzul.



B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud Asbab An-Nuzul itu?
2.      Ungkapan-ungkapan apa saja yang digunakan dalam Asbab An-Nuzil?
3.      Apa urgensi-urgensi Asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an?

C. Tujuan masalah
Dari rumusan masalah diatas dapat dikemukakan tujuannya:
1.      Apa Hikmah dibalik Asbab An – Nuzul?
2.      Agar mengetahui apa yang dimaksud Asbab An – Nuzul ?
3.      Agar mengetahui ungkapan-ungkapan apa saja yang biasa digunakan dalam Asbab An-Nuzul?
4.      Agar mengetahui urgensi-urgensi Asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an.

D. Berbagai Hikmah turunya al’quran
Asbabun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya Ayat) Surat Al Qadr
Untuk lebih memahami kandungan ayat-ayat Al Qur’an, kiranya diperlukan pengetahuan ihwal latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur’an, atau yang sering disebut asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya [suatu ayat]). Dengan mengetahui asbabun nuzul suatu ayat, kita akan lebih memahami makna dan kandungan ayat tersebut, serta akan terlepas dari keragu-raguan dalam menafsirkannya. Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui asbabun nuzul suatu ayat dapat menolong kita memahami makna ayat tersebut. Pengetahuan ihwal asbabun nuzul suatu ayat memberikan dasar yang kokoh untuk menyelami makna suatu ayat Al Qur’an.
Dalam sejarah dikemukakan bahwa para ulama salaf pernah mengalami kesulitan dalam menafsirkan beberapa ayat Al Qur’an. Namun setelah mendapatkan asbabun nuzul ayat-ayat tersebut, mereka tidak lagi mendapat kesulitan dalam menafsirkannya.
Asbabun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya Ayat) Surat Al Qadr (1-3)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1 – 5)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah menyebut-nyebut seorang Bani Israil yang berjuang fisabilillah menggunakan senjatanya selama seribu bulan terus menerus. Kaum muslimin mengagumi perjuangan orang tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. Al Qadr: 1-3) yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada perjuangan Bani Israil selama seribu bulan itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al Wahidi, yang bersumber dari Mujahid)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di kalangan Bani Israil terdapat seorang laki-laki yang suka beribadah malam hari hingga pagi dan berjuang memerangi musuh pada siang harinya. Perbuatan itu dilakukannya selama seribu bulan. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. Al Qadr : 1-3) yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada amal seribu bulan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari Bani Israil tersebut.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid).

BAB  II
PEMBAHASAN MATERI

 A. PENGERTIAN ASBAB AN-NUZUL  
Ungkapan Asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segalafenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut Asbab an-nuzul, dalam pemakaiannya ungkapan Asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya Asbab al-Wurud secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya Hadist.
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya:
1.Menurut Az-Zarqani:
“Asbab an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya   ayat Al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2.Ash-Shabuni:
“Asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
3.Shubhi Shalih:
“Asbab an-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
4.Mana’ Al-Qaththan:
“Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
“Selain itu Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rosulullah SAW. Oleh karena itu tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan yang benar ( Naql As-Shohih ) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung turunnya ayat Al-Qur’an”.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulakn bahwa yang dimaksud Asbab An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.


B. REFERENSI ASBAB AN-NUZUL
Mengenai  asbab al-nuzul dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
1.      Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunnya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat Ibn Abbas bahwa Rasulullah pernah ke al-Bathha, dan ketika turun dari gunung beliau berseru: “Wahai para sahabat, berkumpullah!” ketika melihat orang-orang Quraisy yang juga ikut mengelilinginya, maka beliau pun bersabda: “apakah engkau akan percaya, apabila aku katakana bahwa musuh tengah mengancam dari balik punggung gunung, dan mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari ataupun di petang hari?” mereka menjawab: Ya, kami percaya, wahai rasulullah! Kemudian nabi melanjutkan, “dan aku akan jelaskan kepadamu tentang beberapa hukuman,” maka Abu Lahab berkata: “apakah hanya beberapa masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muahammad?” Maka Allah kemudian menurunkan QS. al-Lahab (111): 1-5, yaitu:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasah. Tidaklah berpaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu baker. Yang dilehernya ada tali dari sabut.”
2.      Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa Khusus
Sebagai sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus adalah turunnya QS. al-Baqarah (2): sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3.      Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah, seperti turunnya QS. al-Nisa’ (4): 11, yaitu:
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan dan jika itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”

C. UNGKAPAN-UNGKAPAN ASBAB AN-NUZUL.
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun-nuzul itu terjadinya pada masa Rasulullah, atau lebih khusus lagi, pada masa turunnya ayat-ayat Al-quran. Dengan demikian asbabun-nuzul hanya dapat diketahui melalui penuturan para sahabat Nabi yang secara langsung menyaksikan terjadinya peristiwa atau munculnya pertanyaan sebab nuzul. Hal ini berarti, bahwa Asbabun-Nuzul haruslah berupa riwayat yang dituturkan oleh para sahabat. Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul menggunakan ungkapan yang berbeda antara suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan tersebut tentunya mengandung perbedaan makna yang memilikiimplikasi pada status sebab nuzulnya.
            Macam-macam ungkapan/redaksi yang digunakan sahabat dalam mendeskribsikan sebab   nuzul antara lain:
1.      kata سبب (sebab). Contohnya seperti:
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا (sebab turunnya ayat ini demikian …)
Ungkapan (redaksi) ini disebut sebagai redaksi yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi seperti ini menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat, tidak mengandung makna lain.
2.      kata فـــ (maka). Contohnya seperti:
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ (telah terjadi peristiwa ini dan itu, maka turunlah ayat). Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
3.      kata في (mengenai/tentang). Contohnya seperti:
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا … (ayat ini turun mengenai ini dan itu). Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menunjukkan sebab turunnya suatu ayat. Akan tetapi masih dimungkinkan
4.      Sabab al-Nuzul mengandung makna sebab dan makna lainnya, yaitu tentang hukum kasus atau persoalan yang sedang dihadapi. Menurut al-Zarqani, satu-satunya jalan untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam ungkapan itu adalah konteks pembicaraannya. Al-Zarqani menjelaskan bahwa jika ditemukan dua ungkapan tentang persoalan yang sama, salah satu daripadanya secara nash menunjukkan sebab turunnya suatu ayat atau sekelompok ayat, sedang lainnya tidak demikian, maka diambil ungkapan yang pertama dan yang lainnya dianggap penjelasan bagi hukum yang terkandung dalam ayat tersebut. Misalnya riwayat al-Bukhari dari Ibn Umar. Ibn Umar berkata : ”Masalah mendatangi (menggauli) perempuan-perempuan pada dubur mereka”.
Yang mempunyai otoritas untuk mengungkapkan asbab nuzul ayat-ayat Al-Quran adalah para sahabat Nabi, karena merekalah yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Al-Quran tersebut. Dengan demikian, pelacakan asbab nuzul harus diakukan dengan mencari dan mempelajari perkataan-perkataan sahabat yang mengungkapkan proses turunnya ayat-ayat Al-Quran itu,atau riwayat-riwayat yang bermuara minimal para sahabat.
Kalau perkataan sahabat tersebut juga mengungkapkan tentang perkataan atau perbuatan Rasulullah yang berhubungan dengan turunnya ayat-ayat Al-Quran, maka kedudukannya menjadi hadis marfu, dan sangat berpeluang untuk memperoleh kualitas hadis sahih. Tetapi, kalau perkataan mereka itu, tidak menyinggung sedikitpun tentang Rasulullah, maka hadisnya menjadi mauquf. Oleh sebab itu, wajar kalau para sarjana ilmu Al-quran, kemudian menyimpulkan bahwa hadis-hadis tentang asbab nuzul itu, pada umumnya lemah karena tidak sampai pada Rasulullah.

D. URGENSI DAN KEGUNAAN ASBAB AN-NUZUL
Az-Zarqani mengemukakan bahwa urgensi Asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1.      Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan-pesan Al-Qur’an.
2.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3.      Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
4.      Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunya ayat Al-Qur’an.
5.      Memudahkan untuk menhapal dan memahami ayat, serta untuk memntapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya.
Taufiq Adnan Amal dan Syamsul Rizal Panggabean yang menyatakan bahwa pemahamn terhadap konteks kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan beberapa manfat praktissebgai berikut:
1.      Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan agamanya melalui al-qur’an.
2.      Mempermudah kita dalam mengidentifikasigejala moral dan sosial di masyarakat Arab ketika itu.
3.      Mempermudah dalam mengidentifikasi dan menanagani permasalahan yang mereka hadapi.
4.      Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
5.      Dapat menghindarkan kita dari praktek-praktek pemaksaan prakonsep dalam penafsiran.
6.      Dapat mengkhususkan (Takhsis) hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
7.      Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
8.      Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
9.      Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Asbab An-Nuzul adalah sebab turunnya Al-Qur’an dalam rangka memperjelas dan memahami isinya. Jadi kita sebagai muslim ynag meyakini keberadaan Al-Qur’an sebgai pedoman hidup kita dan sekaligus kitab suci kita, hendaknya dalam memahami belajar Al-Qur’an tidak hanya segi  bahasa saja tapi harus segi historisnya agar tidak terjadi misunderstanding atau kesalahpahaman yang dapat merusak kesucian atau kebenaran pesan-pesan Al-Qur’an itu sendiri. Itulah gunanya mempelajari Asbab na-Nuzul ini.

B. Kritik dan Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun demi kelancaran proses pembelajaran dimasa yang akan datang.














DAFTAR PUSTAKA
Kholil, manna Al-qotton. 1973. mabahis fi ulumil qur'an. Makkah: Darus syaruq.
Abdul Wahid, Ramli.1994.ulumul qur’an.Jakarta:Rajawali.
Al-khattan, Manna’ khalil.2001.Studi ilmu-ilmu qur’an.Bogor:PT. Pustaka litera antar nusa.
Syadali, Ahmad.1997.Ulumul qur’an I.Bandung:CV. Pustaka Setia.

Muhammad ‘Abd Al-‘Azhim Az-zarqani, Manahil Al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Beirut, t.t., Jilid I, hlm. 106.

Tuesday, July 19, 2016

HUKUM MENYUAP POLISI DALAM KASUS TILANG


Razia kendaraan bermotor  makin hari makin ramai diperbincangkan, apalagi sebelum adanya kebijakan baru mengnai  ditiadakannya mokmen[1]. Sebagaimana yang dikutip dalam beberapa website, seperti solopos.com, harianjogja.com, dan kompasiana.com, disebutkan bahwa Polda Ja-Teng mengeluarkan kebijakan baru bahwa  “mulai 1 january 2012 Polda akan menghapus mokmen”.  penghentian razia itu dilakukan berdasarkan hasil evaluasi Polda Jateng bahwa razia tidak bisa mengeliminir kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas), Razia dinilai tidak efektif membuat masyarakat sadar berlalu lintas. Walaupun diterapkan di wilayah Jawa Tengah, namun kebijakan itu dilakukan bersamaan dengan kecelakaan tragis di kawasan Tugu Tani Jakarta.[2]
Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, tentu banyak pro dan kontra yang bermunculan. Razia yang biasanya dilakukan pada titik-titik tertentu dimaksudkan untuk menegakkan kedisiplinan para pengguna jalan. Namun, pada kenyataannya, mokmen banyak disalahgunakan dengan cara mencari-cari kesalahan meskipun surat berkendara sudah lengkap. Pengguna jalan yang seringkali terhadang mokmen barangkali akan senang karena tidak ada lagi razia yang seringkali menyita banyak waktu. Sebaliknya, mungkin ada masyarakat yang kontra dengan penghapusan razia tersebut. “ada mokmen saja banyak yang melanggar, bagaimana kalau dihapus?”.
Untuk menegakkan kedisiplinan berkendara di jalan, Jajaran Satlantas Polres  Karanganyar  mengambil kebijakan, melakukan hunting[3]. Bila di satu tempat polisi memergoki ada pengguna jalan melakukan pelanggaran, misal ada yang tidak memakai helm atau berboncengan 4 orang, melanggar marka, kelengkapan kendaraan tidak ada, maka pengguna jalan tersebut akan langsung dikejar dan ditilang.

Dalam menghadapi kasus tilang, masing-masing memilih cara yang berbeda-beda, ada yang memilih opsi pertama, dimana seorang pelanggar harus “menyuap” polisi agar urusan mereka mudah dan cepat selesai, dibanding opsi kedua dimana mereka harus mengurus kasus tersebut di pengadilan, yang cenderung lebih ribet. mulai dari lamanya jangka tunggu[4], panjangnya antrian, dsb. apalagi jika sudah mendengar kata “sidang”, bagi masyarakat umum, tentunya kata tersebut menjadi momok tersendiri, terutama bagi seseorang yang jam terbangnya padat. Selain itu, ada kalanya polisilah yang meminta uang kepada pelanggar agar pelanggar bisa segera pergi dari “TKP”[5] tanpa mengikuti prosedur[6] tilang. Bila penyuapan ini terbukti maka bisa membuat polisi dan penyuap dihukum penjara karena menyuap polisi/pegawai negeri adalah sebuah perbuatan melanggar hukum.
Lalu langkah apakah yang kita ambil jika hal tersebut menimpa kita? Apakah kita lebih memilih untuk di proses di pengadilan, atau kita lebih memilih membayar di tempat biar lebih praktis?? Jika memang kita lebih cenderung kepada pilihan kedua, lalu bagaimana islam memandang hal tersebut ? bolehkah ? atau justru diharamkan? Insya Alloh permasalahan tersebut akan kita uraikan dalam makalah ini.
B.     Pengertian Tilang
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan tilang? Apakah setiap pelanggaran Undang-Undang (UU) yang tertangkap polisi dikatakan tilang? Atau tilang hanya berlaku dalam kasus pelanggaran UU yang berkaitan dengan Lalu lintas?!
Diantara definisi tilang adalah : “Bukti pelanggaran lalu lintas”,  sementara menilang adalah “menangkap pengendara yang terbukti melanggar lalu lintas”[7]
Tilang adalah singkatan dari kata “bukti pelanggaran” berupa denda yang dikenakan oleh Polisi kepada pengguna jalan yang melanggar peraturan.[8]

C.    Undang-Undang Lalu Lintas Di Indonesia
Berdasarkan UU Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009[9] akan efektif berlaku menggantikan UU Nomor 14 Tahun 1992, diantaranya yaitu :
-          Pasal 281, Setiap orang yang  mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki  Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77  ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau  denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
-          Pasal 282, Setiap Pengguna Jalan yang tidak  mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104  ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
-          Berdasarkan pasal 293 ayat (2) pasal 107 ayat (2) bagi pengendara yang tidak  menyalakan lampu di siang hari, denda maksimal yang akan di kenakan sebesar Rp. 100.000,-.
-          Pasal 283, Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan (sms/menelpon.ex) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
-          Berdasarkan pasal 57 Ayat 2 dan pasal 106 ayat 8, bagi pengendara yang tidak menggunakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI) akan dikenakan pidana maksimal penjara satu bulan atau dengan paling banyak Rp 250.000,-
-          Berdasarkan UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009 dalam pasal 57 Ayat 3 mengenai perlengkapan, sepeda motor yang tidak ber-kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah (sen) dan alat pengukur kecepatan (spedometer) maka akan dikenakah hukuman maksimal dua bulan penjara atau denda paling banyak Rp 500.000,-.
-          Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106  ayat (5)  huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).[10]

D.    Status UU Di Indonesia.
Sebelum kita menentukan status hukum UU di Indonesia, ada baiknya kita mengenal dahulu, sumber-sumber hukum yang menjadi pemutus perkara bagi seluruh persoalan yang terjadi di Indonesia dan bagaimana seharusnya menurut islam?!
a.      Pancasila.[11]
secara etimologi, Pancasila berasal dari bahasa sansekerta (Bahasa Brahmana India) yang artinya
a. panca           = Lima
b. sila/syla        = batu sendi, ulas atau dasar, atau
panca               = Lima
sila/syla            = Tingkah laku yang baik
jadi, pancasila adalah lima tingkah laku yang baik.
secara istilah, "pancasila di dalam "Falsafah Negara Indonesia" mempunyai pengertian sebagai nama dari 5 dasar Negara RI yang pernah diusulkan oleh Bung Karno atas petunjuk MR. Moh. Yamin pada tanggal 1 juni 1945, yaitu pada saat bangsa indonesia mencari apa yang akan dijadikan dasar Negara.[12]
b.      Sumber Hukum Di Indonesia Selain Pancasila.
Dalam mengambil suatu kesimpulan hukum tentunya masing-masing Negara memiliki metode yang berbeda-beda, adapun indonesia, sebagaimana yang tertera dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 10 tahun 2004 dinyatakan tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebgai berikut.
1.      Undang-undang dasar 1945
UUD 1945 merupkan hukum dasar tertulis dan sumber tertib “hukum yang tertinggi” dalam negara Indonesia yang memuat tentang :
a)      Hak-hak asasi manusia,
b)      Hak dan kewajiban warga negara,
c)      Pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara.
d)     Wilayah negara dan pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan; keuangan negara.
Sebagai peraturan yang tertinggi, UUD 1945 menjadi acuan dan parameter dalam pembuatan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya. Oleh sebab itu, peraturan perundang-undangan yang ada tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dapat memuat ketentuan-ketentuan pokok saja sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
2.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama presiden. Undang-undang dibuat oleh DPR bersama dengan presiden karena :
a)      Adanya perintah ketentuan UUD 1945.
b)      Adanya perintah ketentuan undang-undang yang terdahulu.
c)      Dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah undang-undang yang telah ada.
d)     Berkaitan dengan hak asasi manusia.
e)      Berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.
Pengajuan rancangan undang-undang dapat berasal dari pemerintah dan DPR, hal ini sesuai dengan pasal 5 ayat 1 UUD 1945 yang mengatakan “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR” dan pasal 21 ayat 1 yang berbunyi “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul dan rancangan undang-undang”. Pengajuan usul rancangan undang-undang oleh DPR disebut hak inisiatif. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) merupakan peraturan perundang-undang yang kedudukannya sama dengan undang-undang, hanya saja kalau undang-undang dinyatakan sah berlaku atas persetujuan DPR dan presiden, sedangkan perpu dibuat oleh presiden karena keadaan yang memaksa atau dalam keadaan darurat, sehingga pemberlakuannya tanpa persetujuan DPR. Namun demikian, presiden tidak boleh seenak mengeluarkan Perpu karena adanya ketentuan sebagai berikut.
a)      Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) yang dikeluarkan oleh presiden harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya.
b)      DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c)      Apabila DPR menolak Perpu tersebut maka Perpu itu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
3.       Peraturan pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah adalah peraturan perundang-undang yang diterapkan oleh presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian pemerintah ada sebagai pelaksanaan dari undang-undang.
Ada beberapa kriteria agar peraturan pemerintah dapat dikeluarkan, yaitu sebagai berikut.
a)      Peraturan pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya.
b)      Peraturan pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana.
c)      Peraturan pemerintah tidak dapat memperluas dan mengurangi ketentuan UU induknya.
d)     Peraturan pemerintah tidak dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asalkan peraturan pemerintah tersebut untuk melaksakan UU.
e)      Tidak ada peraturan pemerintah untuk melaksakan UUD 1945.
4.      Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuant oleh presiden. Peraturan presiden dibuat oleh presiden dalam rangka untuk melaksanakan UUD 1945, undang-undang maupun peraturan pemerintah. Hal ini sangat berbeda dengan peraturan pemerintah yang dibuat hanya untuk melaksanakan undang-undang. Peraturan presiden bersifat mengatur dan bertujuan untuk mengatur pelaksanaa administrasi Negara dan administrasi pemerintah.
5.      Peraturan daerah (Perda)
Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan yang lebih tinggi, di samping juga untuk melaksanakan kebutuhan dareah. Oleh sebab itu, perturan dareah (Perda) daerah yang satu dengan yang lain bias sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa peraturan daerah meliputi :
a)      Peraturan daerah provinsi dibuat oleh DPRD provinsi bersama gubernur.
b)      Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh DPRD kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
c)      Peraturan desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala[13].

c.       Sumber Hukum Dalam Islam
Hakim dalam islam mutlaq milik Alloh[14] I hal ini sebagaimana firman Alloh I :
...إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ أَمَرَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ...
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.[15]
            Imam Ath-Thobari menafsirkan ayat terebut bahwa Alloh I memerintahkan kalian untuk mengikhlaskan segala bentuk ibadah hanya pada Alloh I, karena haya Dialah yang berhaq diibadahi, sebagaimana Abu ‘Aliyah mengomentari ayat tersebut, “menjadikan ikhlas sebagai asas dien tanpa ada syirik[16], dan menjadikan selain Alloh I sebagai hakim adalah salah satu dari bentuk kemusyrikan.
Begitu juga disebutkan dalam Tanwirul Miqbas[17] bahwa, yang berhak memberikan perintah dan memutuskan perkara baik di dunia maupun akhirat Adalah Alloh I.
Adapun perkara yang bersifat duniawi, umat islam tidak harus mengikuti Rosululloh r, beliau mempersilahkan kepada umatnya yang mahir dalam ursan dunianya untuk mengelola hartanya sesuai dengan cara mereka masing-masing. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits[18],
عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : مَرَرْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فِي نَخْلٍ فَرَأَى قَوْمًا فِي رُؤُوسِ النَّخْلِ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ : مَا تَصْنَعُونَ أَوْ مَا يَصْنَعُ هَؤُلاَءِ ؟ قَالَ : يَأْخُذُونَ مِنَ الذَّكَرِ وَيَجْعَلُونَ فِي الأُنْثَى فَقَالَ : مَا أَظُنُّ هَذَا يُغْنِي شَيْئًا فَبَلَغَهُمْ ذَلِكَ فَتَرَكُوهُ فَصَارَ شِيصًا ، فَقَالَ : أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِمَا يُصْلِحُكُمْ فِي دُنْيَاكُمْ ، وَإِنِّي قُلْتُ لَكُمْ ظَنًا ظَنَنْتُهُ ، فَمَا قُلْتُ لَكُمْ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلَنْ أَكْذِبَ عَلَى اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.

Dari Musa bin Tholhah, dari Ayahnya, dia menuturkan, “suatu ketika, aku berjalan bersama Rosululloh r melewati sebuah kaum yang sedang mengawinkan kurma, Rosululloh r bertanya, “apa yang sedang mereka lakukan?”, ayahku menjawab “ mereka sedang mengawinkan kurma dimana serbuk sari ditemukan dengan putik secara manual”, Rosululloh r berkata,  “saya kira ini tidak ada manfaatnya”, kemudian hal tersebut mereka tinggalkan, dan pada akhirnya mereka gagal panen, lalu mengadu kepada Rosululloh r, lantas beliau bersabda, “kalian lebih faham mengenai urusan dunia kalian, karena sesungguhnya aku hanya mengira-ngira saja, jika aku berkata “Alloh I berfirman” maka sesungguhnya aku tidak bohong.[19]
d.      Status Hukum Di Indonesia
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa hukum yang berlaku di indonesia adalah “bukan hukum islam”, hal ini berimplikasi pada umat islam, dimana umat islam tidak memiliki kewajiban (bahkan sampai derajat haram) untuk tunduk dan patuh terhadap keputusan hukum yang berlaku di indonesia. Jika ternyata apa yang diputuskan sesuai dengan Al-qur’an dan as-sunnah (secara kebetulan), maka keputusan yang mereka ambil tetap haram untuk diikuti, adapun jika ternyata kita harus melasanakan hukum tersebut, itu tidak lain karena ketaatan kita terhadap perintah Alloh I, bukan karena ketaatan kita kepada hukum di Indonesia, sehingga jika ada dua orang yang melakukan hal yang sama, dimana “A” melakukannya karena ketaatannya kepada hukum negara, dan “B” melakukannya karena Alloh I, maka “A” tidak mendapatkan pahala dan “B” mendapatkannya.[20]
E.     Macam Macam Risywah
Dilihat dari sisi hukumnya, risywah terbagi menjadi dua :
1.      Untuk membuat yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar.
Gambaran dari risywah jenis pertama ini adalah jika ada seseorang membayar hakim untuk membelanya dalam menghukumi kasus yang sedang menimpanya, baik hakim diminta untuk membenarkannya walaupun sebenarnya ia bersalah, ataupun untuk menyalahkan orang lain walaupun sebenarnya ia benar. Ini adalah macam dari risywah yang diharamkan menurut ijma’.[21]
2.      Untuk menghindar dari kedzoliman atau mengambil hak yang telah dirampas.
Risywah jenis ini terjadi dalam kondisi khusus, dimana seseorang tidak bisa mendapatkan haknya atau tidak bisa menghindar dari kedzoliman melainkan dengan membayar risywah, maka diperbolehkan bagi orang tersebut untuk membayarnya, akan tetapi status uang tersebut haram bagi murtasyi.
F.     Hukum Penyuapan Terhadap Polisi Dalam Kasus Penilangan Kendaraan Bermotor.
Berhubung hukum yang berlaku di indonesia ini tidak sah menurut islam, maka diperbolehkan bagi seseorang yang terkena tilang untuk “menyuap” polisi, walapun sebenarnya polisi yang menerima “suap” juga melanggar UU[22] yang berlaku di Indonesia. Kebolehan menyuap Polisi dalam kasus tilang berdasarkan beberapa hal:
·         Hukum yang berlaku di indonesia bukanlah hukum Islam.
·         Keberadaan kita di Indonesia adalah “terpaksa” dalam mentaati segala keputusan yang dikeluarkan pemerintah.
·         Berdasarkan kaidah ushul :

الضرورة تقدر بقدرها[23]
Darurat itu hanya sebatas keperluan.
الضرر يدفع بقدر الإمكان[24]
Bahaya harus dihindari sebisa mungkin.
            Kaidah di atas mengisyaraktkan akan wajibnya menghindari dhoror dengan wasilah apa saja yang memungkinkan/diperkirakan bisa digunakan untuk menghindari dhoror tersebut.
Jika hal tersebut ditarik kepada permasalahan yang ada di Indonesia, maka “menyuap” polisi dalam kasus tilang semata-mata dilakukan untuk menghindari dhoror yang akan timbul jika kita tidak “menyuap.
G.    Penutup
Sebelum saya tutup, ada baiknya kita mengetahui hadits Rosululloh r, yang menggambarkan bahwa pada akhir zaman akan muncul polisi-polisi yang menjadi pasukan pembela kebatilan.
سيكون في اخر الزمان أشراط يغدون في غغب الله و يروحون في شخط الله ( رواه الحاكم )
Akan muncul di akhir zaman para polisi yang dilaknat dan dimurkai Alloh I setiap pagi dan petang (HR.Hakim).
            Dari makalah ini, setidaknya dapat kita ambil kesimpulan bahwa yang menjadi point penting bahwa status keberadaan kita di Indonesia ini terpaksa, maka kita melaksanakan perintah negara bukan karena kita taat, tapi karena terpaksa, sehingga “suap” bisa digunakan untuk menghindari masalah dan menggapai masalih.
Wallohu a’lam bish showwab…


Daftar Putaka
1.      Al Qur’an Al Karim
2.      Muhammad Shidqy bin Ahmad bin Muhammad Al Burnuw, al wajiz fi idhohi qowa’id al fiqhiyah al kulliyah
3.      Talqihul Afham Al Ilyah Bi Syarhi Qowaid Al Fiqhiyah
4.      Dr Iyadh Bin Namy As Silmi, Ushulul Fiqh Aladzi La Yasi’ul Fiqha Jahluhu
5.      Abdul Aziz Bin Abdulloh Arrojihi, At Taqlid Wal Ifta Wal Istifta’
6.      Syaikh Abdul Kholiq Al Bazar, Musnad Al Bazar.
7.      Ibnu Taymiyah, Al-Iman.
8.      Ibrohim Bin Sholih Bin Hamd Ar-Ro’uji, At-tadabir Al Waqiyah Min Jarimati Ar-Risywah Fi Asy-Syari’ah Al Islamiyah.
9.      DR. Wahba’ Az-Zuhaily,Al Wajiz Fi Ushulil Fiqh.
10.  Abu Ja’far Ath-Thobary, Jami’ul Bayan Fi Ta’filil Qur’an/ 16
11.  Muslim Bin Hujaj Abu Al Husain Al Qusyairi An Nisaburiy, Sohih Muslim.
12.  Al Ma'mul Min Lubabil Ushul.
13.  Dr Isma'il Muhammad Aly Abdurrohman, Ihajul Uqul Fi Ilmil Ushul.
14.  'Amidy, al ihkam fi ushulil ahkam.
15.   Hasiyah Albany.
16.  Abdul Wahab Kholaf, Ilmu Ushulul Fiqh
17.  Kamus Besar Bahasa Indonesia.
19.  http://carapedia.com
22.  http://ridertua.wordpress.com

[1] Mokmen adalah sebuah istilah bagi pemeriksaan surat kelengkapan kendaraan bermotor di satu titik jalan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas
[2] Kompasina.com-Selamat-Tinggal-Mokmen-(Razia Polantas).htm
[3] Hunting secara etimologi berarti berburu sedangkan istilah hunting dalam tilang digunakan sebagai penyebutan terhadap metode baru penilangan, biasa kita menyebutnya sebagai “patroli”, salah satu system hunting yang ada adalah dengan menilang di tempat jika polisi mendapati ada pengemudi yang melanggar UU Lalu Lintas.
[4] biasanya 5 sampai 10 hari kerja dari tanggal pelanggaran.
[5] Tempat Kejadian Perkara (singkat).
[6] Diantara prosedur polisi dalam penilangan :
1.       Polisi yang memberhentikan pelanggar wajib menyapa dengan sopan serta menunjukan jati diri dengan jelas.
2.       Polisi harus menerangkan dengan jelas kepada pelanggar apa kesalahan yang terjadi, pasal berapa yang telah dilanggar dan tabel berisi jumlah denda yang harus dibayar oleh pelanggar.
3.       Pelanggar dapat memilih untuk menerima kesalahan dan memilih untuk menerima slip biru, kemudian membayar denda di BRI tempat kejadian dan mengambil dokumen yang ditahan di Polsek tempat kejadian, atau menolak kesalahan yang didakwakan dan meminta sidang pengadilan serta menerima slip merah.
4.       Pengadilan kemudian yang akan memutuskan apakah pelanggar bersalah atau tidak, dengan mendengarkan keterangan dari polisi bersangkutan dan pelanggar dalam persidangan di kehakiman setempat, pada waktu yang telah ditentukan (biasanya 5 sampai 10 hari kerja dari tanggal pelanggaran).
Dikutip dari http://ridertua.wordpress.com/ Tilang (bukti pelanggaran)… apa itu…  _ ridertua – Motorcycle Blog.htm
[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[9] pasal 260 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 berisi tentang  Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/“UU No. 22/2009 http://ashibly.blogspot.com//tilang/harga-tilang-lalu-lintas.html
[10] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  22  Tahun  2009 Tentang  Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan hal 127-140.
[11] Sebuah website (carapedia.com) menyebutkan, bahwa Pancasila telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia, baik ditinjau dari sudut bahasa maupun sudut sejarah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Prof. Drs. Mr Notonegoro bahwa “Pancasila merupakan dasar falsafah negara Indonesia”, pun pada lambang negara RI "GARUDA PANCASILA" yang memiliki makna bahwa Pancasila adalah dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia

[12] lima dasar negara yang diberikan nama "pancasila" oleh bung karno ialah
-          kebangsaan
-          prikemanusiaan.
-          Mufakat
-          kesejahteraan sosial.
-          ketuhanan YME.
[13] http://id.shvoong.com/Perundang-UNDANGAN NASIONAL.htm
[14] Seluruh kitab Ushul fiqh (Ahlus sunnah) mengatakan bahwa hakim (yang berhak menentukan syari’at ) adalah Alloh I, diantaranya kitab al ma'mul min lubabil ushul 1/4, ihajul uqul fi ilmil ushul  DR Isma'il Muhammad Aly Abdurrohman1/31, al ihkam fi ushulil ahkam lil 'amidy hal 74, hasiyah Albany hal 89, ilmu ushulul fiqh Abdul wahab Kholaf 1/96 begitu juga yang disebutkan oleh DR. Wahba’ Az-Zuhaily dalam Al wajiz fi ushulil fiqh hal.144.
[15] QS. Yusuf : 40
[16] Jami’ul bayan fi ta’filil qur’an, Abu Ja’far Ath-Thobary 16/106
[17] Sebuah kitab tafsir yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas t hal 251
[18] Sohih Muslim, Muslim bin Hujaj Abu Al Husain Al Qusyairi An nisaburiy , No 2363
[19] Musnad Al Bazar, Syaikh Abdul Kholiq Al Bazar, juz 3/152 hadits yang serupa juga disebutkan dalam sohih muslim, musnad ash-shohabah kutub at-tis’ah
[20] Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Taymiyah dalam kitab Al-Iman halaman 52 yang berbunyi, “ adapun jika seseorang mengikuti seorang tokoh dan meninggalkan tokoh yang lainnnya, karena mengikuti hawa nafsu, kemudian menolongnya dengan tangan dan lisan tanpa tau apakah dia benar atau salah, maka, dia termasuk pengusung jahiliyah, jika tokoh yang diikutinya benar, apa yang ia kerjakan tidak terhitung sebagai amal sholeh, sedangkan jika yang diikuti salah, maka ia berdosa.
[21] At-tadabir Al Waqiyah Min Jarimati Ar-Risywah Fi Asy-Syari’ah Al Islamiyah, Ibrohim Bin Sholih Bin Hamd Ar-Ro’uji hal.86, menukil dari kitab Al Ushul Li Al Qhodiyah Fi Al Murofaati Asy-Syar’iyah hal.31
[22] Suap Menurut UUD 1945
Sebagaimana yang dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap, UNDANG-UNDANG TENTANG TINDAK PIDANA SUAP.
Pasal 1
Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang ini adalah tindak pidana suap di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
Pasal 2
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Pasal 3
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Pasal 4
Apabila tindak pidana tersebut dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga terhadapnya.
Pasal 5
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan.
Pasal 6
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diterbitkan.
[23] Ushulul fiqh aladzi la yasi’ul fiqha jahluhu DR iyadh bin namy As silmi 1/203 , at taqlid wal ifta wal istifta’, Abdul Aziz bin Abdulloh Arrojihi/138 , al wajiz fi idhohi qowa’id al fiqhiyah al kulliyah lil burnuw 239.

[24] Al wajiz fi ushulil fiqh Muhammad Shidqy bin ahmad bin Muhammad al burnuw 256, talqihul afham al ilyah bi syarhi qowaid al fiqhiyah 18